Rabu, 13 Juli 2016

sahabat baru plus keluarga baru

Cerita ini bisa jadi sangat berantakan... wkkk

Pas chatting sama temen yang kuliah di purwokerto dan yang satunya lagi kuliah di bandung (ibunya asli brebes) gak tau darimana mulainya tiba-tiba ngomongnya kita jadi ngapak. Ehh... kalau ngomong ngapak itu jadi kangen mboke (sahabat sekaligus keluarga baru waktu sama-sama berjuang di bandung) yang kalau lagi ngobrol tanpa dia sadari dia udah ngomong jawa (beliau asal banyumas dan saya asli sunda), saya ngerti sih beliau ngomong apa (kalau ngomongnya sedikit dan pelan-pelan) tapi saya suka bilang 'mboke jangan pake bahasa jawa dong' (karena kalau beliau ngomongnya cepet dan panjang saya pusing juga).

Baiklah, karena lagi kangen sama mboke saya mau menceritakan kedekatan kita selama dibandung dan juga beberapa cerita yang membuat saya kagum terhadap beliau. Dan saya tidak akan menceritakan dua teman yang saya sebutkan di awal. Heheee

Sebelumnya, mboke ini usianya 51 tahun dengan anak kandung 3 orang dan anak tiri 7 orang (kalau saya tidak lupa). Di Bandung, mboke mengantar dan merawat suaminya (sama perti saya yang mengantar dan merawat ibu saya) yang saat itu berjuang melawan karsinoma nasofaring. Di tempat kost, kamar beliau no 4 dan saya no 3, kamar kami yang sebelahan membuat kami sering ketemu dan karena saya lebih suka masak makanan sendiri daripada beli pun begitu dengan mboke membuat kami sering masak bareng, makin akrablah kami walaupun beda usia kami jauhhhhhh sekali, tapi ya begitulah karena beliau orangnya asik dan bisa membuat saya nyaman, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, beliau sudah seperti sahabat baru juga keluarga baru bagi saya.

Saking dekatnya dengan mboke, saya tak segan lagi mengajak beliau ke pasar atau ke salah satu super market terdekat. Tapi kalau kita lagi belanja kadang kita suka keasyikan hehe sampe lupa kalau ada yang lagi sakit sendirian dikamar masing-masing... kalau lagi belanja, kita suka gak sadar jalan ke tempat diskon sepatu atau tas atau lihat-lihat bajulaj inilah itulah, padahal tujuan awalnya cuma beli madu atau susu aja.

Biasanya setelah shalat isya kita akan duduk d kursi dapur sambil makan mie atau makan camilan, terus ngobrol dehhhh... awalnya saya heran, kenapa mboke itu  kalau cerita sedih, mau itu cerita dia atau cerita keluarganya atau cerita tentang tetangganya sekalipun pasti beliau nangis. Saya berasumsi mungkin beliau begitu karena ada banyak kejadian yang luarbiasa menyedihkan yang sering menghampiri, seperti kejadian suaminya yang di usia 38 tahun meninggal akibat tersengat listrik, juga ada 2 orang yang  beliau sayang meninggal dunia setelah kurang dari 1 bulan suaminya meninggal.

Ngomong-ngomong, mboke ini pernah jadi janda (seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, suami mboke meninggal diusia 38 tahun). Saat suaminya meninggal, beliau menjadi ibu sekaligus ayah untuk ke tiga anaknya. Mboke harus bekerja sendiri demi menghidui anak-anaknya, kerja banting tulang tak kenal lelah. Mboke kerja di sawah milik orang, berangkat jam 6 pagi pulang dzuhur untuk shalat dzuhur dan kembali pergi ke sawah untuk bekerja sampai ashar. Jika sedang ada orderan menjahit, mboke akan mengerjakannya sampai malam hari. Mboke bilang ia juga merasa capek harus bekerja keras seperti itu, tapi rasa capeknya hilang begitu saja saat melihat senyum anak-anaknya...

Selama jadi janda, mboke tidak pernah berpikir untuk menikah lagi walaupun status janda kadang membuatnya serba salah karena takut dituduh menggoda suami orang (image sebagai janda memang kadang-kadang ribet). Sambil menangis beliau bilang, sekuat tenaga saya menjaga diri saya dari fitnahan orang. Padahal tidak pernah ada yang sangat mboke pikirkan lagi selain anak-anaknya, tentang bagaimana caranya anaknya bisa tumbuh membanggakan.

Setelah menjanda bertahun-tahun (ke 3 anak mbok sudah tumbuh dewasa, yang paling kecil saja sudah duduk di kelas 11 SMA), di suatu sore saat keundangan, bertemulah mboke dengan pak Suparno (almarhum) yang akhirnya setelah saling mengenal lama mboke menikah lagi dengan pak Parno itu, awalnya mbok tetap pada pendiriannya untuk tidak menikah lagi, tapi karena usaha Pak Parno yang luarbiasa hehee akhirnya hati mbok lulub juga oleh pak Parno yang adalah guru SD dari ke 3 anak-anaknya.

Setelah mboke menikah lagi, kehidupan mbok berubah. Adanya suami yang bertanggungjawab atas hidupnya dan keluarganya membuat mbok tidak harus lagi kerja banting tulang seperti dulu (ditambah lagi ke 3 anaknya sudah besar).

Saya lupa pada usia berapa tahun pernikahannya mbok dengan pak Parno, pak Parno jatuh sakit (mengidap kanker nasofaring), berbulan-bulan mbok setia mengurus pak parno dan terakhir saat pengobatan radioterapi di Bandung (yang mmempertemukan kami). Saya tau persis bagaimana perjuangan mbok, salah satunya bangun jam 3 pagi untuk menaruh tanda pada barisan antrian di RSHS dan masih banyak perjuangan mbok lainnya...

Terakhir, yang paling penting adalah mboke orang yang kuat juga hebat, tidak peduli  seberapa seringnya beliau menangis terisak saat bercerita atau saat beliau berdo'a  (yang saya lihat kalau beliau berdo'a, baik untuknya atau untuk orang lain pasti menangis) justru "tangisannya itu adalah bukti betapa kokoh jiwanya". Dia boleh jadi cenderung cengeng, tapi mbok tidak pernah mengeluh, sedikit pun tidak, karena hatinya begitu sabar pun kuat, dan tidak akan pernah rapuh selama mboke yakin bahwa Allah selalu bersamanya.

Semoga kita bisa ketemu lagi mboke... lop yuuu hahaaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar